Sebagai mahluk organik, yang bernyawa, tumbuh dan dapat bergerak tentunya manusia sama dengan mahluk organisme yang lain, yaitu mengenal batasan yang disebut mati. Batasan yang sepertinya sampai saat ini belum dapat di-akal-i oleh kehebatan bermilyar sel otak manusia, batasan yang membawa manusia untuk mencoba kritis mengungkap rahasia dan makna yang terkandung didalam ke-mati-an tersebut. Namun berbagai upaya dan usaha manusia melalui akal pikiran dan tenaganya, sampai hari ini belum dapat menembus batas yang pada akhirnya menjadi keniscayaan bahwasannya menjadi pasangan tatkala ada hidup maka ada mati.
Hal ini mungkin yang menuntut manusia mengabadikan segala sesuatu sebelum kematian hadir, menjemput jiwa yang selama ini mendiami ruang materi organismik tubuh ini. Jiwa, yang kata Plato merindukan dunia asalanya, yaitu dunia ide. Sejarah peradaban manusia banyak meninggalkan peninggalan dan cerita tentang kehidupan manusia terdahulu.......ya, peninggalan atas keberadaan manusia, baik itu masyarakat maupun idnividu. Memoar kisah hidup perjalanan cucu adam yang terabadikan dengan berbagai rupa dan bentuk, mulai dari sekedar gerak tubuh, bangunan sampai pada untaian kata-kata yang penuh makna, ya itu mungkin bisa dikatakan jejak jiwa-jiwa yang pernah menghuni muka bumi ini sebelum kita. Jejak yang baik disengaja maupun tidak disengaja dibuat untuk mengabarkan, atau mungkin sekedar meng-adakan kehadiran mereka.
Entah terinspirasi, filosofi hidup atau hanya sekedar ingin meneruskan tradisi-tradisi terdahulu, menulis adalah menjadi keharusan. Mengabarkan dengan untaian kata-kata dan tarian makna, sepertinya merupakan sarana yang tepat untuk mengabarkan, bahwa jiwa kita pernah hidup dan ada dimuka bumi ini setelah kehadiran mereka-mereka sebelum kita. Semua pasti mati, tapi mati meninggalkan apa untuk kehidupan ? mungkin bagi sebagian manusia yagn beruntung dapat meninggalkan materi atau karya, akan tetapi bagi saya cukuplah meninggalkan kata.......manusia mati meninggalkan kata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar